Suara Birokrasi.com,Lingga,– Pembebasan lahan pertambangan pasir kuarsa di Desa Resang, Kecamatan Singkep Selatan, Kabupaten Lingga menuai keluhan masyarakat desa resang.
Warga berinisial A dan W, menceritakan hasil pertemuan masyarakat di kantor desa pada hari Jumat (15/07/22) lalu, terkait rencana pembagian uang pembebasan lahan negara dari perusahaan tambang PT.Lingga Makmur. Di mana setiap KK hanya mendapatkan satu juta rupiah.
“Kata kepala desa, lahan seluas empat hektar ditarik ke desa dengan alasan untuk biaya perbaikan dua jembatan yang katanya masih terhutang dan juga biaya konsumsi di warung Mak itam, serta hutang pengecatan pagar jalan dan juga kasbon barang bangunan desa di toko Metro, Dabo Singkep,”cerita warga berinisial W tentang hasil rapat di kantor desa kemarin.
Disambung oleh warga inisial A. Ketidak puasan masyarakat saat itu, karena kurangnya keterbukaan dari pihak desa, saat pertemuan tidak menjelaskan nilai jual lahan per hektarnya. Dan keluhan lainnya adànya rencana pemotongan uang untuk biaya administrasi surat.
“Setiap penerbitan surat tanah di atas lahan itu, masyarakat dipotong biaya materai dan biaya untuk bagian lapangan,”ungkap A
Oleh karena itu, pembagian uang akhirnya ditunda. Kata warga ini, mereka mengaku saat itu bersama Maryono selaku ketua BPD secara bersamaan ke ruangan kantor desa, meminta agar pembagian uang ditunda.
“Dikarenakan pembagian uang lahan tidur ini perlu dijelaskan secara musyawarah dan terbuka, apa lagi ada pemotongan yang belum tau kejelasannya,”kenang warga berinisial A dan W saat bersama ketua BPD kala itu.
Warga menilai, kesepakatan yang diambil secara sepihak internal desa, sedangkan status lahan merupakan milik bersama masyarakat. Sehingga alasan pembayaran hutang pemerintah desa dinilai tidak bisa dicampur dengan urusan lahan ini.
“Masak desa berhutang masyarakat yang ikut membayar melalui pemotongan. Desa kan punya anggaran,”kata mereka.
Dan terkait biaya operasional juru ukur dan lainnya, warga ini mengaku telah mempertanyakan kepada Maryono selaku humas PT.Lingga Makmur.
“Beliau (Maryono-red) mengatakan bahwa dari pihak perusahaan pernah memberi uang sebanyak lima juta.”tandas warga.
Menjadi Perhatian LAMI Lingga
Permasalahan ini mendapat perhatian dari Ketua Lembaga Aspirasi Masyarakat Indonesia (LAMI) DPC Lingga, Satriyadi mengaku sebagai aktivis sosial, dirinya turut prihatin terhadap kondisi yang dialami masyarakat desa resang.
” Kalau memang masyarakat dalam menolak pemotongan uang dari hasil penjualan lahan dengan alasan untuk melunasi hutang milik pemerintah desa, bisa dikatakan hal ini akan berujung penyalahgunaan kewenangan aparatur desa,”ujar Yadi, 19/07/2022.
Terkait hutang, Lanjut Yadi, itu sudah menjadi tanggung jawab Pemdes untuk melunasinya menggunakan anggaran desa.
Dan Yadi juga menjadi curiga terhadap adànya hutang Pemerintah Desa Resang, karena setiap kegiatan Pemdes sewajarnya disesuaikan dengan anggaran yang ada. Dirinya menilai, pemotongan hak warga per KK itu bukan solusi yang tetap bagi Pemdes untuk menulasi hutang.
Namun menurut Satriyadi, pemotongan uang hak warga atas penjualan lahan dapat dilakukan oleh pihak Pemdes bilamana disetujui oleh masyarakat, tetapi bila ada unsur paksaan maka rawan terjerat hukum yang menjurus ke arah Pungli ataupun pemerasan.
“Saya di sini berharap agar memohon kepada aparatur Polres Lingga untuk menyelidiki permasalahan yang terjadi di Desa Resang, Kecamatan Singkep Selatan baik masalah mengenai lahan dan hak masyarakat, serta hutang yang ada di Pemdes Resang,”harap Yadi, Rabu (20/07/22).
Hingga berita ini ditayangkan, Kepala Desa Resang, Hanafi belum dikonfirmasi.
Penulis & Fhoto : Tri / ziel
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.