Home / Anambas / Solusi, Saran Terhadap HPL Transmigrasi Dan HPH di Jemaja

Solusi, Saran Terhadap HPL Transmigrasi Dan HPH di Jemaja

OPINI

Penulis : Johari

Notaris dan PPAT Batam

Johari

Riwayat Singkat :
– Asal : Pulau Jemaja, Anambas.
– Pendidikan : SD MAMPOK, SMP Letung, SMA negeri 2 TPI, S1 Hukum Unand, Notariat UGM.

  • Organisasi : Ketua PENGWIL IPPAT RIAU 2015-2018 & KORWIL SUMATERA PP IPPAT 2015-2018.

Solusi dan Saran terhadap penyelesaian permalahan status tanah di atas lahan ber status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Transmigrasi di wilayah Jemaja.

Lahan berstatus HPL di Jemaja dapat dilakukan pembatalan oleh pemerintah (presiden) dengan catatan sebagai tanah terlantar (absentee). Atau dengan cara pengalihan hak (hibah) lahan HPL Transmigrasi dari Kemenakertrans kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas (KKA), selanjutnya didistribusikan kepada masyarakat Jemaja melalui redistribusi tanah untuk masyarakat.

Langkah selanjutnya. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas melalui bagian Tata Pemerintahan bersama camat, Kades melakukan penataan ulang peruntukan lahan secara cermat. Dan seluruh surat di atas tanah HPL Transmigrasi baik berbentuk Alas hak, SKT, SKGR yang telah dikeluarkan oleh Kades dan Camat itu harus dibatalkan/dicabut (diputihkan).

Pembatalan dilakukan karena pada proses penerbitan Alashak, Surat Keterangan Tanah (SKT), Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) sebelumnya, diatas tanah ber status HPL Transmigrasi, adalah batal demi hukum karena mengandung cacat yuridis serta memenuhi unsur pasal 2 Tipikor (melawan hukum dan merugikan negara).

Selain itu, juga akan berdampak hukum terhadap Kades dan Camat karena dapat diancam hukuman selama maksimal 20 tahun, atas penerbitan surat yang memiliki masa daluwarsa suatu dokumen/surat selama 30 tahun.

Jika dilakukan sebagai mana tersebut di atas, maka terhadap lahan itu:
1. Masyarakat pemilik/penggarap lama tidak dirugikan, karena alas hak yang dicabut/dibatalkan itu akan dikembalikan kemudian secara tertata dan teratur, kecuali terhadap tanah yang memang tidak sah secara hukum;

  1. Proses peralihan tidak begitu ribet dan lama, dibandingkan dengan pembatalan HPL TRANSMIGRASI tersebut;

  2. Penataan kembali sesuai tata ruang Jemaja baru dan terjadi pendistribusian tanah kepada masyarakat yang membutuhkan untuk pemanfaatan dan produktifitas pertanian;

  3. Tidak terjadi tanah terlantar (absentee), tanah produktif dapat dimanfaatkan secara efektif;

  4. Adanya kepastian hukum atas status tanah masyarakat untuk selanjutnya disertifikatkan, sehingga tanah tersebut bernilai ekonomi (dapat dijaminkan).

Sekarang banyak terindikasi Alashak, SKT, SKGR yang ada tidak jelas asal usul, legalitas dll. Jika terungkap dan/atau diungkapkan kemudian, maka akan berpotensi terjadi permasalahan hukum tanah yang amat serius, kompleks dan berisiko hukum akibat ketidakfahaman/kesengajaan oknum dari berbagai pihak, rekayasa terhadap surat2 dan dokumen pertanahan.

Bagaimana pula dengan Hak Pengelolaan Hutan (HPH) PT KJJ? Masyarakat Jemaja yang berpotensi terdampak dapat mengusulkan kepada pemerintah (presiden), agar HPH PT KJJ tersebut dibatalkan, dengan pertimbangan, antara lain:
1. Lahan terlantar (absentee), tidak dipergunakan sebagai mana mestinya;
2. Terdapat beberapa lokasi dalam konsesi hph PT KJJ tersebut terkena lokasi resapan air, sumber mata air dll;
3. Pertimbangan teknis lainnya yang tendensius bertabrakan dengan ketentuan dan faktual kondisi lapangan.
4. Terjadi penolakan masyarakat Jemaja (demo) secara massal dan masif.

Sungguh ngeri tak terperi. Semoga tidak terjadi lagi dan hal di atas dapat menjadi pertimbangan.
Wassalam.

Tinggalkan Balasan