Home / Nasional / Janda Penjahit Sepatu di Tamiang Ini Butuh Perhatian Pemerintah

Janda Penjahit Sepatu di Tamiang Ini Butuh Perhatian Pemerintah

 Aceh Tamiang, SB – ­­Dengan posisi duduk di sebuah bangku kecil terbuat dari semperan potongan kayu yang tak rapi, serta satu buah payung usang yang sudah mulai compang camping sebagai alat untuk pelindung dari sinar terik matahari, dan di hadapannya ada sebuah tong berukuran kecil terbuat dari material triplek yang ia jadikan sebagai sebuah meja. 

Sepatu mulai dikepitnya menggunakan kedua belah dengkul kakinya yang dialasi jas hujan bekas berwarna ungu, tangannya yang mungil tampak lincah menjejali tusukan – tusukan jarum jahit yang menari – nari pada sebuah tapak sepatu sepak bola yang sedang dijahitnya.

Murni, wanita berdarah Gayo yang lahir pada 48 tahun silam di Kecamatan Blangkejeren, Kabupaten Gayo Luwes, hidup bersama Tiga orang anaknya menetap di sebuah rumah sangat sederhana di Dusun Rajawali, Kampung Landuh, Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang. Dengan alat kerja seadanya bekas peninggalan almarhum suaminya, pekerjaan itu pun terpaksa ia tekuni meneruskan profesi almarhum suaminya sebagai tukang sol sandal dan sepatu semenjak sekitar Tiga bulan lalu suaminya menghadap sang khaliq diduga akibat menderita sakit tulang belakang.

Suara hiruk pikuk dalam keramaian, dan deruan kebisingan serta hemburan debu dari lalu lalang  kendaraan yang melintas tidak mampu mamatahkan semangat wanita janda itu untuk berjuang mengejar rupiah serta melewati terpaan cobaan cobaan hidupnya, demi kelangsungan hidup dan pendidikan anak bungsunya yang masih duduk di kelas Satu SMP.

“Kalau hidup susah itu sudah cukup lelah, tinggal senangnya saja yang belum tau kapan,” ujarnya sambil disertai senyuman siang itu saat ditemui suarabirokrasi.com di pintu masuk Pasar Pagi Kota Kualasimpang, Aceh Tamiang Kamis, 10 Desember 2020.

Sesekali ia mengusap keringat yang membasahi keningnya dengan lengan bajunya berwarna merah jambu yang dipakainya, sambil melanjutkan pekerjaannya ia menceritakan tentang pengalaman dan penghasilan pendapatan dari menjahit sandal dan sepatu di awal – awal bulan pertama dilakoninya yang sepi dari pelanggan.

“Kadang cuma dapat 15.000, kadang pulang gak bawa uang karena dari pagi gak ada bukak dasar, mungkin karna saya orang baru dan hanya satu satunya perempuan di pajak pagi ini yang jadi tukang jahit sandal dan sepatu mungkin pelanggan ragu dengan hasil jahitan saya,” kata Murni.

Murni mengakui saat ditanya tentang bantuan selama wabah Covid-19 tidak pernah mendapatkan kucuran dana bantuan apapun, baik bansos atau Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM/BLT UMKM) meskipun ia sudah berusaha melengkapi berkas berkas persaratan administrasi serta surat keterangan dari desa.

“Cuma dana bantuan PKH saja 75.000 sebulan karena yang ditanggung hanya satu orang anak saya yang sekolah SMP, kalau dana bantuan lainnya  saya gak pernah dapat,” tandasnya.(Jas.Ms)

Tinggalkan Balasan