”Bayarnya beberapa kali pakai uang kontan. Kurang lebih Rp 10 Miliar yang saya terima Yang Mulia.”kata Ferdy Johanes
Tanjungpinang,- Selain saksi terkait penerbitan IMB di lokasi penambangan ilegal di Bintan yang merugikan negara mencapai Rp.32,5 miliar. Jaksa Penuntut Umum juga menghadirkan pihak yang memfasilitasi berlangsungnya kegiatan pertambangan.
Salah satunya Ferdy Yohanes, seorang pengusaha dari PT Gunung Sion, yakni perusahaan yang pernah melakukan aktifitas pertambangan di Bintan di masa ijin pertambangan masih menjadi kewenangan pemerintahan kabupaten dan kota.
Kehadiran Ferdy Yohanes di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Kamis (17/12), untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, yang dipimpin oleh Guntur Kurniawan SH, dan 4 orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi, terkait legalitas lahan yang digarap oleh terdakwa Junaedi, Jalil, dan Sugeng.
Ferdy mengaku mengenal ketiga terdakwa yang melakukan aktivitas penambangan bauksit dengan alat berat di lahan miliknya, pada pertengahan sampai akhir tahun 2018 silam. Lokasi lahan yang diakui Ferdy itu, berada di Pulau Buton, Desa Air Glubi, Kecamatan Bintan Pesisir, dengan total lahan seluas sekitar 43 hektar (Ha).
Saksi Ferdy Yohanes, ditanya untuk terdakwa Junaidi mengaku pernah diperiksa dan di BAP di Kejati.
”Kenal Junaidi dalam rangka mau sewa lahan tanah sekitar pertengahan tahun 2018. Lahannya di pulau Keton di Desa Air Glubi. Suratnya sporadik, beli dari masyarakat seluas 43 hektar.”terang Ferdy.
Menurut Ferdy, sebagai tanda jadi, dia berikan uang Rp 50 juta.
”Tapi di stop oleh kehutanan. Ada tim kementrian Lingkungan hidup dari Jakarta menyetop pembuatan kolam kepiting dan perkebunan dilahan yang masuk di lahan hutan itu.”ujarnya.
Lanjut Ferdy menerangkan. Saat Junaidi ajukan untuk menambang di lokasi hutan, Endang (kepala teknik tambang-red) berkata tidak membolehkan namun kemudian Junaidi beralih ke tambang.
”Saya bilang, kalau cocok hitungannya, boleh saja. Saya bukan biarkan dia menambang. Tapi dia (Junaidi) sewa tanah. Junaidi cerita sudah kerjanya. Totalnya sekitar 30 ribu ton yang keluar dari situ. Lebih dari 6 trip tongkang dari desa Air Glubi ke kapal induknya di perairan pulau Pangkil.”jelasnya.
Dari terdakwa Junaidi, saksi Fredi Johanes dapat 20 ribu dolar Singapura sekitar Rp 444 470 000.
“Tapi anak Tih Wa yang berikan.”ucap Ferdy Yohanes.
Kemudian dari terdakwa Sugeng dan Hari Malonda, saksi Ferdy Yohanes mengaku mendapat 3 dolar perton sebanyak 260 ribu ton totalnya Rp 8,6 Miliar lebih.
”Bayarnya beberapa kali pakai uang kontan. Kurang lebih Rp 10 Miliar yang saya terima Yang Mulia.”kata Ferdy Johanes.
Dari hasil penjualan bauksit itu, Ferdy mengaku menerima kompensasi uang tunai secara bertahap dari ketiga terdakwa, mencapai Rp 10 miliar. Keuntungan terbesar diperoleh Ferdy dari terdakwa Sugeng, yakni mencapai Rp 8,6 miliar.
Ferdy mengetahui secara jelas aktifitas penambangan di lahannya hingga pengiriman bouksit
“Tumpukan tanah bauksit dibawa dengan tongkang dari Air Glubi ke kapal induk antara Pulau Bintan dan Batam, untuk dibawa (jual) ke Cina,” tutur Ferdy kepada JPU.
Dari kesaksian Ferdy. Saat itu Majelis Hakim semakin kuat menyoroti keterlibatan Ferdy dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para terdakwa. Pimpinan sidang Guntur Kurniawan mengatakan, Ferdy diduga kuat melakukan upaya persekongkolan bersama para terdakwa terkait perkara sidang dimaksud.
“Seharusnya saksi ikut sama-sama mereka (terdakwa) ini,” tegas Guntur kepada saksi Ferdy.
Ucapan yang sama juga dilontarkan salah satu anggota majelis hakim, Corpioner SH, terhadap Ferdy.
“Makanya harusnya turut serta dalam kasus ini,” tegas Corpioner.
Hakim menilai Ferdy secara sadar mengetahui terpasangnya plang dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI) di lahan tersebut yang merupakan wilayah hutan lindung. Namun Ferdy melakukan pembiaran dan mengambil keuntungan dari tindakan aktifitas melawan hukum di atas lahan tersebut.
“Saya tidak pernah ada kewenangan melarang, karena mereka menyewa lahan saya, ya silahkan aja ditambang,” imbuh Ferdy kepada majelis hakim.
Penampung Hasil Tambang Ilegal
PT GBA merupakan perusahaan pemilik IUP OP dan Kuota Ekspor ke China. Ijin ekspor perusahaan dicabut, salah satunya disebabkan membeli bouksit dari luar wilayah pertambangan.
Pada sidang ini, perwakilan PT. GBA dihadirkan untuk memberikan keterangan sevara jelas terkait hasil tambang ilegal yang ditampung dan diekspor pihak perusahaan.Secara bergantian. Ani, Tji Fan bekerja di bagian keuangan PT GBA dan Endang bekerja sebagai kepala teknik tambang PT GBA
Para saksi membenarkan bahwa PT.GBA membeli dan mengeksport ratusan ribu ton material Bouksit Illegal dari 12 perusahaan yang saat ini menjadi terdakwa korupsi kekayaan negara.
Saksi Ani mengungkap, pembayaran bouksit dilakukan oleh Tiwa (panggilan akrab almarhum-red). Pembayaran atas pembelian bauksit antara lain kepada Sugeng selaku Wakil HKTR yang dibayarakan melalui Tihua, selanjutnya Tihua membayar kepada Sugeng atas pengerukan bauksit 150 ribu ton dikali Rp135.000 sama dengan Rp 20.250.000.000,-
Terdakwa Jalil dari Mitra Bumdes Maritim Jaya menerima sebesar Rp467 Juta. Terdakwa M Andrian Alamin, Direktur PT Tan Maju Bersama Sukses berdasarkan invoice penjual batu bauksit pada 15 Desember 2018 sebanyak 7.300 ton dengan harga
Rp1.036 Miliar.
Kepada terdakwa Boby Satya Kifana Selaku Comanditer CV Buana Sinar Khatulistiwa dan saksi Wahyu Budi Wiyono selaku Direktur CV Buana Sinar Khatulistiwa sebanya Rp5.498 miliar atas pembeliaan bauksit sebanyak 49.092 Ton.
“Selain itu ada juga pembayaran yang dilakukan melalui Tihua sebesar Rp.210 juta dan pembayaran ke Fredy Rp52 juta, sehingga yang diterima terdakwa Jalil sebesar Rp.467.077.457 yang dibayarkan dengan menggunakan cek bank Mandiri berdasarkan invoice dari penjual batu Wahyu Budi Wiyono,”ujarnya.
Saksi Tji Fan selaku pegawai bagian keuangan ikut menerangkan pembayaran oleh PT GBA mencapai ratusan Milliar rupih.
“Pembelian didasarkan atas kontrak dan pengangkutan bauksit dari lokasi ke kapal Vasel untuk dieksport. Kontrak dan harga jual serta pembayaran dana ditentukan oleh Direktur PT.GBA Adi Purwanto, kami hanya melakukan perifikasi jumlah tonase dan harga dan melakukan pembayaran,”sebut Tji Fan.
Mengenai isi kontrak dan harga perton material Bouksit yang dibeli, tiga saksi pekerja PT.GBA ini mengaku tidak mengetahui, karena yang menentukan harga kontrak adalah Direktur dan komisaris PT.GBA Adi Purwanto dan Juven.
Sementara Saksi Endang sebagai kepala Teknis tambang PT.GBA, juga mengatakan, sejumlah badan usaha yang menjual Bouksit ilegal itu ke PT.GBA, tidak semua nya tahu, karena dirinya mengaku saat mulai bekerja di PT.GBA sejumlah perusahan itu sudah memasukan stock file Bouksit.
Tji Fan juga menjelaskan, berdasarkan verifikasi jumlah tonase atas pembayaran dana yang dirincian, CV.Cahaya Tauhid menjual material bouksit ke PT.GBA sekitar 43,000 ton. Kemudian HKTR melalaui pimpinanya terdakwa Hari Malonda ada sebanyak 14.000 ton, Swakarya Mandiri 32.000 ton melalui dirutnya terdakwa Junaidi, CV.Gemilang Abadi 23 ribu ton.
Hasil persidangan yang berlangsung, kamis (17/12) secara terang benderang mengungkap para penikmat hasil dari pencurian kekayaan negara berupa bouksit dengan cara memfasilitasi sebagai pemilik lahan maupun sebagai pembeli atau penadah. Mungkinkah Pengadilan akan memberikan tambahan tersangka untuk membuktikan arti kata “Turut Serta”
(RK/Red/PM)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.