Home / Hukrim / Anggaran Publikasi di Humas Kepri Disinyalir Meresahkan

Anggaran Publikasi di Humas Kepri Disinyalir Meresahkan

“Pengelolaan anggaran publikasi berdampak sangat meresahkan mulai dari lobi-lobi anggaran, aspirasi, dianak tirikan, bahkan bagi-bagi anggaran,” kata Edi Susanto.

Foto : istimewa / suarabirokrasi.com

Kepri,- Pengelolaan anggaran belanja jasa publikasi di Biro Humas Protokol dan Penghubung, Sekretariat Daerah Provinsi Kepulauan Riau menjadi sorotan organisasi Cerdik Pandai Muda Melayu (Cindai) Kepulauan Riau.

Ketua Umum Cindai Kepri Edi Susanto mengatakan anggaran kegiatan jasa publikasi tersebut berdampak meresahkan masyarakat pelaku usaha, seperti perwakilan media dan pengusaha media massa di Kepulauan Riau.

“Pengelolaan anggaran publikasi berdampak sangat meresahkan mulai dari lobi-lobi anggaran, aspirasi, dianak tirikan, bahkan bagi-bagi anggaran,” kata Edi Susanto.

Dari Informasi itu, Cindai Kepri telah melakukan penelaahan dan pengumpulan data awal sebagai kajian yang diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemprov Kepri ataupun sebagai langkah upaya pencegahan kebocoran uang negara.

“Kami melakukan penelaahan anggaran yang dikeluhkan sejak beberapa tahun sebelum, di tahun terjadinya awal lonjakan anggaran publikasi pada 2019 lalu.” kata Edi.

Adapun pada tahun 2019, anggaran kegiatan publikasi untuk kerjasama dengan media massa online, elektronik dan cetak mencapai Rp. 11 miliar atau 2 kali lebih tinggi dari tahun 2018.

Untuk tahun 2020, lonjakan alokasi anggaran terjadi pada saat APBD Perubahan disahkan pada 27 oktober 2020. Lonjakan anggaran ini, menurut Edi, semestinya menjadi peluang kesejahteraan bagi rekan media, namun kenyataannya berbeda.

Secara pelaksanaan kegiatan belanja kegiatan publikasi. Edi melihat potensi besar bagi-bagi anggaran oleh pejabat terkait dan bisa diindikasikan untuk memperkaya diri dengan cara melanggar aturan dan menyebabkan kebocoran uang negara. Lanjut Edi, salah satunya pengaturan dan pemilihan perusahaan penyedia jasa yang tidak berpedoman pada Peraturan Presiden (Perpres) 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa.

“Akibat tidak adanya persaingan secara terbuka antar penyedia, besar kemungkinan kemahalan harga terjadi, karena beberapa media yang kami ketahui memiliki pembaca yang lumayan banyak, patokan harga per pubilkasi lebih rendah dari yang dibayarkan pihak humas,” kata Edi sambil menunjukkan beberapa invoice.

Terkait informasi mengenai bagi-bagi jatah. Lanjut Edi berharap, agar isu ini tidak dianggap enteng oleh aparat penegak hukum dan seharusnya menjadi atensi untuk di telusuri termasuk harta kekayaan pejabat yang terkait dengan kegiatan publikasi.

“Isu ini bukan dilontarkan satu atau dua orang saja. Kami harap aparat pengendalian gratifikasi dan KPK menindaklanjuti isu yang meresahkan ini, mengecek kebenarannya dan melakukan pemantauan riwayat transaksi. Akhir tahun ini saat yang tepat,” kata Edi, senin (07/12/2020).

Hasil penelaahan Cindai Kepri ini direncanakan akan dilaporkan ke lembaga terkait, sesuai dengan hasil penelahaan Cindai Kepri.

Secara terpisah. Salah seorang perwakilan media yang enggan namanya di publikasikan mengaku hanya mendapat pembayaran tidak lebih sebesar Rp.5 juta. Menurutnya, pembayaran yang diterimanya sama dengan beberapa media lainnya.

“Saya hanya sekali dibayar tahun ini, sebesar Rp.5 juta, ada yang lebih kecil, tetapi rata-rata sama nilainya dengan saya. Yang besar hanya orang-orang pilihan saja,” kata pria ini, senin (07/12/2020).

Terkait lonjakan nilai anggaran publikasi pada APBD Perubahan 2020. Media ini berupaya melakukan konfirmasi kepada Rizal mempertanyakan dasar kebutuhan adanya penambahan anggaran pada Mata Anggaran Kegiatan yang sama di APBD P 2020. Namun media ini tidak mendapat jawaban. (EEMM).

Tinggalkan Balasan