Suarabirokrasi.com,- Jefrianto Simajuntak S.H selaku kuasa hukum Saparudin (mantan Kepala Desa Marok Tua) meminta Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Lingga meninjau kembali proses penetapan tersangka atas kliennya yang saat ini ditahan.
Menurut Jefri (sebutan akrab-red), proses hukum yang dilakukan pihak Polres Lingga atas laporan penjualan lahan di RT.03/RW.04 Dusun 2,Desa Marok Tua Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga beberapa bulan lalu, terlihat banyak kejanggalan yang bersifat
Kepada suarabirokrasi.com, Jefri menerangkan bahwa secara administrasi dalam proses penerbitan surat sporadik, pihak yang bertanggung jawab secara hukum adalah pemohon, sesuai salah satu syarat dalam pembuatan surat sporadik, yakni berupa surat pernyataan penguasaan lahan dan bertanggung jawab secara hukum yang ditanda tangani saksi-saksi dan aparatur lingkungan di lokasi lahan tersebut.
Dalam kasus ini. Lanjut Jefri, Pemohon MR dan I mengajukan permohonan pembuatan sporadik ke kantor desa, dan setelah dinilai melengkapi syarat administrasi permohonan, selanjutnya di proses, dan lokasi yang di ajukan dalam permohonan diukur oleh juru ukur dan disaksikan RT,RW dan Kadus dan diketahui saksi sempadan tanah.
Tambahnya. Setelah dinilai kebenaran atas penguasaan lahan yang didukung oleh pihak terkait sesuai surat permohonan, selanjutnya kliennya selaku kepala desa saat itu ikut menandatangani selaku pihak yang mengetahui.
“Jikalau status lahan dalam sengketa atau termasuk dalam hutan HPT saya rasa tidak mungkin kades berani mengabulkan permintaan pemohon atau menandatangani surat sporadik di atas lahan tersebut”tegas Jefri terkait status lahan yang sempat dinyatakan sebagai kawasan hutan.
“Saya sebagai kuasa hukumnya merasa adanya kriminalisasi penegakkan hukum kepada klien saya, adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan surat sporadik, di antaranya RT, RW dan Kepala Dusun, yang seharusnya ditetapkan sebagai tersangka, di mana saat itu klien saya sebagai kades hanya sebatas pihak yang mengetahui permufakatan pemohon bersama saksi-saksi,”terang Jefri, kamis (13/01/2020).
Sepengetahuan Jefri, hingga saat ini inisial MR alias A dan inisial I, sebagai pihak yang mendapat keuntungan dari menjual lahan dengan menggunakan surat sporadik yang ditanda tangani oleh kliennya dalam hal ini Desa Marok Tua malah tidak mendapatkan proses hukum dan masih bebas berkeliaran.
Status perkara yang dijalani mantan Kades Marok Tua sudah memasuki P21 dan tersangka sudah dilimpahkan sebagai tahanan Kejaksaan Negeri Lingga.
Pasal yang disangkakan adalah pasal 263 dan atau 266 dan atau 274 K.U.H.Pidana, yakni terkait pemalsuan surat.
Jefri menguraikan faktanya dalam pembuatan surat di atas lahan tersebut dilakukan secara beramai-ramai dengan saksi-saksi dan ditanda tangani langsung oleh RT, RW setempat. Menurutnya, bila akibat dibuatnya surat di atas lahan tersebut mengakibatkan hilangnya hak pelapor, maka seharusnya semua pihak terkait harus diseret ke meja hijau.
Jefri mencontohkan kasus penjualan lahan yang pernah diungkap oleh pihak Polres Bintan, di mana pihak-pihak yang bertandatangan seperti RT, RW, Kades dan penjual ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh pihak Polres Bintan.
“Dalam kasus yang di hadapi klien saya, kenapa hanya klien saya saja yang di tetapkan tersangka dan ditahan,”tukasnya.
Mengenai permasalahan ini, tutur Jefri, dirinya telah menyurati pihak Polres Lingga di Dabo Singkep tertanggal 06 Desember 2021. Hingga kini pihak Polres Lingga belum memberikan respon.
“Untuk selanjutnya, saya akan menyurati Kapolda Kepri dan Kapolri, guna di tindak lanjuti dan menjaga citra Kepolisian dalam menegakkan hukum di Kabupaten Lingga,” tegas Jefri.
Kuasa Hukum mantan Kades meminta keseriusan Polres Lingga untuk secepatnya menetapkan Tetsangka dan melakukan penahanan atas pihak-pihak yang telah dijelaskan diatas, pungkasnya.
Penulis : Satriadi
Editor : Redaksi
Photo : Istimewa/red