Tajuk Redaksi Ditulis oleh : Ridwan Efendi Lingga
Provinsi Kepulauan Riau memiliki beberapa daerah yang telah ditetapkan sebagai kawasan bebas atau biasa disebut sebagai Free Trade Zone (FTZ-red). Adapun wilayah yang menjadi kawasan FTZ yakni kota Batam, kabupaten Karimun, kabupaten Bintan dan juga kota Tanjungpinang.
Untuk kota Tanjungpinang, hanya Kelurahan Dompak dan Kelurahan Senggarang yang ditetapkan sebagai kawasan FTZ. Pemerintah pusat berharap, dengan diberlakukannya sejumlah wilayah di Kepri menjadi kawasan FTZ agar meningkatkan perekonomian masyarakat dan juga memudahkan para pengusaha dalam melakukan transaksi jual beli.
Hal ini dikarenakan dikawasan FTZ, para Investor maupun Pengusaha akan mendapatkan pembebasan bea ekspor, bea impor, pembebasan PPN, dan pembebasan pajak penjualan barang mewah. Selain itu, Pemerintah juga akan memberikan insentif kepada para Pengusaha maupun Investor yang ada di kawasan FTZ.
Hal inilah yang menyebabkan kawasan FTZ di Kepri, menjadi “Surga” bagi para pengusaha maupun Investor, tak terkecuali Pengusaha rokok FTZ yang ada di kota Tanjungpinang. Meskipun wilayah pemasarannya hanya Kelurahan Dompak dan Kelurahan Senggarang, tapi kebutuhan rokok FTZ di dua wilayah tersebut ditetapkan sebanyak 15.107.200 bungkus/semester.
Menanggapi persoalan tersebut, Redaksi menilai bahwa penetapan kuota rokok harus sesuai kebutuhan dan jumlah perokok yang ada di Kelurahan Dompak dan juga Senggarang. Sebab, peredaran rokok FTZ tersebut telah meluas dan keluar dari zona FTZ, hal ini disebabkan harga rokok FTZ jauh lebih terjangkau jika dibandingkan dengan rokok non FTZ. Bahkan, sangat rawan rokok FTZ ini menjadi incaran para remaja yang sedang menggebu-gebu merokok.
Sejauh ini, belum ada pihak yang bersedia menjelaskan kepada public bagaimana cara menetapkan kuota rokok di Kelurahan Senggarang dan juga Kelurahan Dompak. Namun, berdasarkan data redaksi, jumlah penduduk laki-laki di kelurahan Dompak dan Senggarang pada tahun 2017 berkisar 2.200 kepala mulai dari Balita hingga Lansia.
Estimasinya, jika perkepala mampu menghabiskan rokok perharinya sebanyak 2 bungkus, maka kebutuhan rokok FTZ di kelurahan Dompak dan Senggarang hanya 4.400 bungkus dalam sehari. Itupun telah dihitung bayi boleh merokok, meskipun regulasinya 18 tahun keatas. Maka dari itu, kebutuhan rokok persemesternya seharusnya 792.000 bungkus.
Namun, kuota rokok FTZ justru ditetapkan sebanyak 15.107.200 bungkus/semester sangat tidak wajar dan berpotensi merugikan Pendapat Asli Daerah kota Tanjungpinang hingga milyaran rupiah setiap tahunnya.
Walikota Tanjungpinang dan DPRD Tanjungpinang harus jeli menanggapi persoalan kelebihan kuota rokok tersebut, karena masih belum terlambat untuk berbenah.
Kita berharap, aparat penegah hukum juga bersedia melakukan penelusuran, karena lebih banyak kerugian daripada keuntungan yang didapatkan dari kelebihan kuota rokok tersebut. (*)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.